FOTOGRAFI ADALAH SENI DAN NILAI ESTETIKANYA MENURUT ANALISIS ROGER SCRUTON
ABSTRAK
Fotografi adalah teknologi sekaligus seni yang dijumpai dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Fotografi diaplikasikan untuk keperluan dokumentasi, misalnya dalam keluarga, jurnalistik, maupun pengarsipan dalam lembaga. Fotografi juga digunakan untuk keperluan relasi sosial, misalnya snapshot dan fotografi selebriti, maupun persuasi komersial, seperti halnya fotografi fashion. Disamping itu, fotografi juga dipakai untuk keperluan eksplorasi kreatif maupun reflektif, seperti halnya dalam fotografi seni. Menurut Kamus Besar Indonesia (KBBI) Fotografi diartikan sebagai seni dan menghasilkan gambar dan film atau permukaan yang di pekakan. Sehingga secara umum fotografi dapat di artikan sebagai proses melukis atau menulis dengan menggunakan media cahaya. sementara itu menurut ansel adams fotografi sebagai media berekspresi dan komunikasi yang kuat, menawarkan berbagai persepsi, interpretasi, dan ekseskusi yang terbatas. Berdasarkan pengertian fotografi di atas bisa di simpulkan bahwa fotografi merupkan aktivitas mengambil gambar melalui kamera untuk menghasilkan karya seni yang bsa di nikmati baik diri sendiri atau publik. Maka dari itu, fotografi memiliki banyak teknik yang bisa membantu dalam menghasilkan berbagai karya yang membuat orang tertarik untuk meleihatnya.
A. PENDAHULUAN
Fotografi adalah teknologi sekaligus seni yang dijumpai dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Fotografi diaplikasikan untuk keperluan dokumentasi, misalnya dalam keluarga, jurnalistik, maupun pengarsipan dalam lembaga. Fotografi juga digunakan untuk keperluan relasi sosial, misalnya snapshot dan fotografi selebriti, maupun persuasi komersial, seperti halnya fotografi fashion. Disamping itu, fotografi juga dipakai untuk keperluan eksplorasi kreatif maupun reflektif, seperti halnya dalam fotografi seni. Seni dan teknologi diibaratkan sebagai dua sisi, dua muka dalam sebuah koin. Walaupun sama-sama merupakan hasil olah karya manusia, namun berbeda dalam pandangan dan tidak jarang kehadiran satu sama lain justru saling melemahkan. Sementara itu, teknologi tercipta sebagai perpanjangan tubuh manusia. Teknologi digunakan untuk mengatasi banyak kesulitan manusia dalam menghadapi dunianya. Kedua hal inilah yang membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya. Seorang filsuf Prancis, Jean Baudrillard mengatakan bahwa keduanya merupakan perpanjangan imajinasi yang mampu merealisasikan fantasi-fantasi manusia.
Dan juga Fotografi berdimensi kultural. Kehadirannya sebagai teknologi dan seni, tidak hanya mengekspresikan peradaban, melainkan juga mengkonstruksi peradaban. Fotografi adalah produk kultural, sekaligus memberi bentuk pada kultur: menciptakan perilaku baru, membentuk cara pikir, membaharui keyakinan, menata sistem dan tatanan nilai, dan sebagainya. Fotografi sudah sangat akrab dalam kehidupan saat ini, bahkan tidak berlebihan jika dikatakan fotografi sudah menjelma sebagai sebuah ikon, zeitgeist atau roh zaman, atau dapat disebut sebagai sebuah gaya hidup baru dalam masyarakat.
Fotografi ideal bagi Scruton, juga memiliki relasi khusus dengan subjek yakni sebuah foto adalah sebuah foto dari suatu benda. Akan tetapi, relasi yang tercipta adalah relasi kausal bukan relasi intensional seperti dalam lukisan. Dengan kata lain, jika sebuah foto adalah sebuah foto atau cerminan dari subjek, mengatakan bahwa subjek tersebut ada. Untuk mendukung pernyataan itu, Scruton memberikan beberapa premis, yakni pertama, subjek dari sebuah fotografi ideal pasti ada. Kedua, wujud atau tampilan dari kira-kira sama dengan apa yang terlihat dalam sebuah foto. Ketiga, penampakan subjek pada sebuah foto adalah penampakannya pada sebuah momen tertentu dalam situasi tertentu.
Bahkan Perkembangan pemahaman teoritis tentang fotografi seiring dengan perkembangan teknologi fotografi sejak era pra-fotografi, fotografi analog, hingga fotografi digital. Paradigma pemikiran kritis tentang fotografi bergeser ke arah kultural, dengan fokus penelahaan pada makna fotografi bagi pengalaman hidup manusia. Pada titik ini estetika fotografi mengalami sebuah tantangan ke tingkat yang tidak pernah dipikirkan sebelumnya. Estetika fotografi dihadapkan pada sebuah situasi yang problematis dan kompleks ketika berhadapan dengan status seni fotografi. Perspektif pengalaman estetik Carrollian dapat digunakan sebagai jalan keluar untuk mengatasi kerumitan tersebut.
Di sini kita akan memahami mengenai seperti apa seni dalam fotografi yang dapat di lihat nilai estetikanya. Walaupun fotografi dapat dikatakan sempurna dalam merepresentasikan gambaran sebuah benda, fotografi bukanlah sebuah seni representasi. Hal ini Roger Scruton sampaikan secara terperinci dalam esainya yang bertajuk “Photography and Representation”. Ia melihat bahwa ada suatu masalah dalam kesesuaian dan keakuratan fotografi. Scruton menekankan pentingnya memisahkan lukisan dan fotografi secara lebih dalam.
B. METODE
Kajian ini menggunakan penelitian kualitatif yang dimana secara data dicari sedalam dan informasi dicaari sedalam mungkin. Dan juga saya tidak berfikir bahwa ini menggunakan metode penelitian kualitatif, karena pada dasarnya penelitian kualitattif harus melakukan penelitian atau pengamatan secara langsung. Dan kajian ini saya susun hanya berdasarkan dari beberapa jurnal/artikel saja yang saya baca.
Dalam metode ini kita mengumpulkan beberapa data dari beberapa jurnal untuk di jadikan bahan perbincangan agar tersusun rapih sehingga terlihat kompleks dan menyatu
C. HASIL PEMBAHASAN
Istilah fotografi berasal dari dua kata Yunani phos dan graphe. Phos berarti cahaya, sementara graphe berarti melukis atau menggambar. Dengan demikian, berdasarkan akar katanya fotografi diartikan sebagai “melukis atau menggambar dengan menggunakan cahaya”.2 Istilah fotografi diperkenalkan pertama kalinya oleh Antoine Hercules Romuald Florence, seorang pedagang obat yang menemukan teknik poligrafi di tahun 1832. Ia menggunakan istilah fotografi untuk menggambarkan proses pembuatan gambar secara permanen dari pelat kaca yang sudah digores, lalu diletakkan di atas kertas yang diberi campuran kimia perak klorida yang sensitif cahaya dan larutan amonia. Meskipun digunakan pertama kali oleh Florence, istilah ini tidak dipopulerkan Florence. Istilah ini menjadi semakin populer setelah digunakan John Herschel, seorang Inggris yang melakukan eksperimen kimiawi juga untuk menghasilkan gambar fotografis. Herschel menggunakan kata “spesimen fotografis” dalam surat kepada Talbot.
Menurut Maynard, fotografi merupakan sains (atau lebih tepatnya seni) menghasilkan gambar dengan menggunakan aktivitas penandaan (marking) pada suatu permukaan sensitif dengan menggunakan bantuan cahaya.4 Proses penandaan itu melibatkan peran teknologi optis-kimiawi (dalam fotografi analog) atau optis-elektronis dalam fotografi digital). Bagi Maynard, fotografi ditandai dengan adanya aspek: cahaya, proses penandaan, dan permukaan yang sensitif.
D. KESIMPULAN
E. DAFTAR PUSAKA
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13875/Fotografi-Bukan-Sekedar-Cekrek.html
https://journal.unpar.ac.id/index.php/Sosial/article/view/1468
Komentar
Posting Komentar